MAKALAH
QASAM-QASAM QUR’AN
Diajukan sebagai syarat memenuhi tugas materi ulumul qur’an



Oleh:
Yutsrina Azimah


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Setiap individu berbeda dalam hal menerima kebenaran, ada yang segera menerima secara langsung dan membuka pintu untuk masuknya kebenaran itu, ada pula yang tidak menerima dan menutup diri untuk menerima kebenaran itu sendiri. Oleh karena itu untuk menghadapi individu golongan yang kedua dibutuhkan qasam (sumpah). Qasam sendiri adalah salah satu uslub pengukuhan kalimat yang diselingi dengan bukti yang kongkrit dan dapat membuat individu yang mengingkari kebenaran untuk mengakui apa yang diingkarinya. Disini kami ingin mengupas secara mendetail mengenai masalah qasam al-qur’an.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan qasam?
2.      Apa saja tujuan qasam dalam al-qur’an?
3.      Apa saja macam-macam qasam al-qur’an?


BAB II
QASAM-QASAM QUR’AN

A.    Definisi dan Sighat Qasam
Aqsam adalah bentuk jamak dari qasam yang berarti al-hilf dan al-yamin, yakni sumpah. Sighat asli qasam ialah fi’il (kata kerja) “aqsama”/ “ahlafa” yang dimuta’adi(transitif)-kan dengan “ba” untuk sampai ke muqsam bih (sesuatu yang digunakan untuk bersumpah), lalu disusul dengan muqsam ‘alaih (sesuatu yang karena sumpah diucapkan) yang dinamakan jawab qasam. Dengan demikian, ada tiga unsur dalam sighat qasam: fi’il (ba’), muqsam bih dan muqsam ‘alaih.[1]
      Qasam juga sering di pergunakan dalam percakapan, biasanya diringkas dengan menghapus fi’il qasam dan cukup menggunakan (ba’), kemudian ba’ diganti dengan wawu pada isim zahir, bisa juga menggunakan ta’ pada lafadz jalalah. Akan tetapi ta’ jarang digunakan, sedang yang banyak digunakan ialah wawu.[2]
      Qasam dan yamin adalah dua kata sinonim, maknanya sama. Qasam didefinisikan sebagai “mengikat jiwa (hati) agar tidak melakukan atau melakukan sesuatu, dengan ‘suatu makna’ yang dipandang besar, agung, baik secara hakiki maupun secara i’tiqadi, oleh orang yang bersumpah itu”. Ada pula yang mendefinisikannya “ Qasam ialah mengikat jiwa untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan atau untuk mengerjakannya, yang diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan bagi orang yang bersumpah, baik secara nyata maupun secara keyakinan saja.”[3] Bersumpah dinamakan juga dengan yamin (tangan kanan), karena orang arab ketika sedang bersumpah memegang tangan kanan sahabatnya.
Orang pertama yang menyusun ilmu aqsam qur’an ialah Imam Ibnu Al-Jauziyah (wafat 751 H). Yang menulis kitab At-Tibyan Fi Aqsamil Qur’an.[4]
B.     Unsur-unsur Qasam
Unsur-unsur qasam ada empat:
1.    Yang bersumpah, dalam hal ini Allah atau manusia. Ini dinamai al-Halif atau al-Muqsim.
2.    Huruf/kata yang menunjukkan bahwa ucapan adalah sumpah, yaitu huruf-huruf: wauw, ba’, ta’, dan kata uqsimu. Ini adalah Adat al-Qasam.
3.    Sesuatu yang dijadikan penguat sumpah, yaitu penyebutan nama Allah; zat, sifat, atau perbuatanNya; demikian juga fenomena alam dan lain-lain ini dinamai Muqsam Bihi.
4.    Informasi yang dikukuhkan. Ini dinamai Jawab al-Qasam.[5]
C.    Tujuan dan Faedah Qasam dalam Qur’an
Bahasa Arab mempunyai keistimewaan  yakni kelembutan ungkapan dan beraneka ragam uslubnya sesuai dengan tujuannya. Lawan bicara (mukhatab) memiliki beberapa keadaan, ada tiga macam pola penggunaan kalimat berita:
1.      Ibtida’i,  mukhatab yang sama sekali tidak mempunyai persepsi akan pernyataan (hukum) yang diterangkan kepadanya (khaliyuz zhihni), maka perkataan yang disampaikan tidak perlu memakai penguat (ta’kid).
2.      Talabi, mukhatab yang ragu-ragu terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikan kepadanya. Oleh karena itu sebaiknya diperkuat dengan penguat untuk menghilangkan keraguannya.
3.      Inkari, mukhatab yang inkar/menolak isi pernyataan. Maka, harus disertai dengan penguat sesuai kadar keingkarannya, apa itu kuat atau lemah.[6]
Faedah qasam sendiri ada 4:
1.      Berita yang sudah disampaikan kepada pendengar, kalau ia bukan orang yang menolak berita, tentunya berita itu sudah diterima dan dipercaya, sebab telah diperkuat dengan sumpah yang menggunakan nama Allah Swt.
2.      Pemberi berita akan merasa lega karena telah menaklukkan pendengar dengan sumpah maupun ta’kid. Hal ini berbeda sebelum dia bersumpah, jiwanya masih merasa kecewa, karena beritanya belum diterima pendengar.
3.      Dengan bersumpah memakai nama Allah atau sifat-sifatNya, menurut Dr. Bakri Syekh Amin berarti memuliakan atau mengagungkan Allah Swt karena telah menjadikan nama-Nya sebagai penguat sumpahnya dan tidak memakai nama atau benda lain.[7]
4.      Qasam dalam qur’an berguna untuk menghilangkan keraguan, melenyapkan kesalahpahaman, menegakkan hujjah, menguatkan khabar, dan menetapkan hukum dengan cara yang paling sempurna.[8]
D.    Macam-macam Qasam
Qasam ada 2 macam:
1.      Zahir (jelas, tegas), ialah sumpah yang di dalamnya disebutkan fi’il qasam dan muqsam bih. Dan ada pula yang dihilangkan fi’il qasam karena cukup menggunakan huruf jaar (ba’, wawu, dan ta’).
Di beberapa tempat fi’il qasam didahului la nafy, seperti:
لا أقسم بيوم القيامة ولا أقسم بالنفس اللوامة (القيامة)
(Tidak, aku bersumpah dengan hari kiamat. Dan tidak, aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri). ‘al-qiyamah:1-2’)
Ada yang mengatakan la diartikan sebagai “tidak”, untuk menafikkan sesuatu yang tidak disebutkan sesuai dengan konteks sumpah, ada pula yang mengatakan untuk menafikkan qasam, ada pula yang mengatakan la sebagai huruf tambahan.
2.      Mudmar (tidak jelas, tersirat), ialah sumpah yang di dalamnya tidak dijelaskan fi’il qasam dan muqsam bih, akan tetapi menggunakan “lam taukid” yang masuk ke dalam jawab qasam, seperti
لتبلون في انفسكم و أموالكمkamu sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu” (Ali Imran:189)[9]
E.     Muqsam Bih dalam Qur’an
Allah bersumpah dengan zat-Nya dan dengan makhluk-Nya, macam-macam muqsam bih ada tujuh:
1.      Allah telah bersumpah dengan zat-Nya sendiri di dalam al-qur’an pada tujuh tempat:
a.      At-thaghabun:7
b.      At-Taghabun:3
c.       Yunus:53
Ketiga ayat ini, Allah memerintahkan nabi agar bersumpah dengan zat-Nya
d.       Maryam:68
e.       Al-Hijr:92
f.        An-Nisa:65
g.      Al-Ma’arij:40
2.      Dengan kehidupan Nabi Muhammad Saw, yang hanya terdapat dalam satu ayat saja yakni surah al-Hijr ayat 72
3.      Dengan hari kiamat, seperti pada ayat 1 surah al-Qiyamah
4.      Dengan Al-Qur’an, seperti pada ayat 1-3 surah Yasin
5.      Dengan makhluk serupa benda-benda angkasa, seperti bintang, bulan dll, seperti dalam surah asy-Syams ayat 1-7 “Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya...”
6.      Dengan makhluk yang berupa benda bumi, seperti buah tin, zaitun dll, contohnya dalam surah At-Tiin ayat 1-4
7.      Dengan waktu, seperti waktu dhuha, ashar dll. Contohnya dalam surah ad-Dhuha ayat 1-3.[10]
Allah bersumpah dengan makhluk-Nya, karena makhluk itu menunjukkan penciptanya, yaitu Allah, di samping menunjukkan keutamaan dan kemanfaatan makhluk tersebut agar dijadikan pelajaran bagi manusia. Dari al-Hasan diriwayatkan ia berkata:
إن الله يقسم بما شاء من خلقه وليس لأحد أن يقسم إلا بالله (أخرجه ابن أبى)
            “Allah boleh bersumpah dengan makhluk yang dikehendaki-Nya. Namun tidak boleh bagi seorang pun bersumpah kecuali dengan (nama) Allah.” 
F.     Hal Ihwal Muqsam ‘Alaih dalam Qur’an
1.      Tujuan qasam adalah mengukuhkan muqsam ‘alaih,  maka muqsam ‘alaih haruslah berupa hal-hal yang layak untuk di qasam, seperti hal-hal gaib dan tersembunyi jika qasamnya dimaksudkan untuk menetapkan keberadaannya.
2.      Jawab qasam pada umumnya disebutkan. Namun terkadang ada juga yang dihilangkan, seperti dalam surah al-fajr ayat 1-6
3.      Fi’il madi musbat mutasarrif yang tidak didahului ma’mul-nya, apabila menjadi jawab qasam, harus disertai lam dan qad. Salah satu dari keduanya tidak boleh dihilangkan kecuali kalimat terlalu panjang, seperti dalam ayat ke-9 surah asy-Syams.
4.      Allah bersumpah untuk menetapkan pokok-pokok keimanan yang wajib diketahui makhluk. Terkadang untuk menjelaskan tauhid, menjelaskan bahwa qur’an itu hak, menjelaskan bahwa rasul itu benar, terkadang juga untuk menerangkan keadaan manusia.
5.      Qasam paling banyak menggunakan jumlah khabariyah (kalimat berita, bersifat informatif) dan adakalanya menggunakan jumlah thalabiyah (kalimat yang berisi perintah, larangan, pertanyaan, ancaman, dsb)[11]
G.    Qasam dan Syarat
Qasam dan Syarat dalam gramatikal bahasa arab merupakan unsur suatu kalimat. Keduanya harus mempunyai jawab masing-masing. Yakni jawab qasam (muqsam ‘alaih) dan jawab syarat.[12]
H.    Fi’il yang Berfungsi sebagai Qasam
Apabila qasam berfungsi memperkuat muqsam ‘alaih, maka beberapa fi’il dapat difungsikan sebagai qasam jika konteks kalimatnya menunjukkan makna qasam. Misalnya:لتبيننه للناس وإذ أخد الله ميثاق الذين أوتو الكتابDan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab(Ali-Imran:187).”



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
“ Qasam ialah mengikat jiwa untuk tidak melakukan sesuatu perbuatan atau untuk mengerjakannya, yang diperkuat dengan sesuatu yang diagungkan bagi orang yang bersumpah, baik secara nyata maupun secara keyakinan saja. Tujuan qasam ada 3, yakni:
1.    Ibtida’i,  mukhatab yang sama sekali tidak mempunyai persepsi akan pernyataan (hukum) yang diterangkan kepadanya (khaliyuz zhihni), maka perkataan yang disampaikan tidak perlu memakai penguat (ta’kid).
2.    Talabi, mukhatab yang ragu-ragu terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikan kepadanya. Oleh karena itu sebaiknya diperkuat dengan penguat untuk menghilangkan keraguannya.
3.    Inkari, mukhatab yang inkar/menolak isi pernyataan. Maka, harus disertai dengan penguat sesuai kadar keingkarannya, apa itu kuat atau lemah.
Qasam ada 2 macam: zahir (jelas, tegas) dan mudmar (tidak jelas, tersirat)









DAFTAR PUSTAKA
Khalil al-Qattan, Manna, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Surabaya: Litera AntarNusa, 2013
            Djalal, Abdul, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2009
            Shihab, Quraish, Kaidah Tafsir, Tangerang: Lentera Hati, 2013




                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          



[1] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Surabaya, Litera AntarNusa,  2013),  hal. 413-414
[2] Ibid, hal. 413-414
[3] Abdul Djalal, Ulumul qur’an, (Surabaya: Dunia ilmu, 2009),  hal. 346
[4] Abdul Djalal, Ulumul qur’an, (Surabaya: Dunia ilmu, 2009),  hal. 346
[5] M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir, (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hal.274
[6] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Surabaya, Litera AntarNusa, 2013), hal. 413-414
[7]Abdul Djalal, Ulumul qur’an, (Surabaya, Dunia ilmu,  2009), hal. 368

[8] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Surabaya, Litera AntarNusa, 2013), hal. 413-414
[9] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Surabaya: Litera AntarNusa, 2013), hal. 413-414
[10] Abdul Djalal, Ulumul qur’an,(Surabaya: Dunia ilmu, 2009), hal. 368

[11] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Surabaya, Litera AntarNusa, 2013), hal. 413-414
[12] Ibid, hal. 413-414





Related Tags: Makalah ulumul qur'an, makalah tentang qasam Al-Qur'an, kumpulan makalah al-qur'an

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah sejarah konstitusi RI

Memilih Pilihan

Word Formation (prefix, root word, suffix, and affix)