Hari Raya Kurban
“Sesungguhnya
kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah
shalat karena Allah dan berkurbanlah (Al-Kautsar: 1-2).”
Suara
takbir, tasbih, tahmid, bedug identik dengan suasana penyambutan hari
raya ied ( baik itu idul adha maupun idul fithri) dan hiruk pikuk
umat islam menyambut hari kemanangan ini tak mampu dideskripsikan.
Takbir terus bergema pada fase ied khususnya ketika hari raya idhul
adha, takbir tetap dikumandangkan dan berlanjut hingga ayyamut
tasyriq (11,12,13 Dzulhijjah), di satu sisi
mengingatkan kita peristiwa pengorbanan nabi Ibrahim As. untuk
melaksanakan perintahNya (berkurban), di sisi lain bisa dibilang
sebagai salah satu sarana untuk mempererat ukhuwah islamiyah di
kalangan umat islam, Karena pada hari id ini sering dijadikan sebagai
tempat untuk meminta maaf dan memaafkan yang tepat, tempat penebar
kebaikan dan tidak ada satu atau alasan apapun untuk tidak
memanusiakan manusia, semua berlomba-lomba dalam mengerjakan
kebaikan. Bahkan untuk sekedar memberikan ucapan selamat “Apabila
sahabat-sahabat Rasulullah Saw bertemu pada hari raya, maka mereka
saling mengucapkan Taqabbalallahu minna wa
minkum.”(Hadits hasan) .
Selepas shalat yang didirikan tanpa adzan dan iqamah ini
sering digunakan umat islam sebagai tempat yang tepat untuk tempat
meminta maaf. Namun, tekadang kita sering mendengar ucapan” Saya
mau minta maaf kalau saya punya salah ya!” Bila kita lihat mafhum
mukhalafahnya berarti “Saya tidak mau minta maaf kalau saya tidak
punya salah.” Apakah begitu? mungkin patut diperhatikan kembali
ucapan ini (Wallahu a’lam bis shawab).
Hari
Raya Kurban
Fenomena
mimpi yang hampir kepada nabi Ibrahim pada malam tarwiyah dan
pengulangan mimpi pada malam berikutnya, sehingga malam ke-9
Dzul-hijjah tersebut di sebut-sebut dengan nama malam arafah. Yang
disunnahkan pada hari itu untuk puasa arafah, seperti yang di lakukan
di pondok ini (namun dengan status hukumnya wajib ma’hadi). Malam
yang bermula dari kata ‘arafa (yakni keyakinan) hadir sebagai
bentuk takkid bahwa perintah penyembelihan nabi Ismail lewat mimpi
benar adanya yakni datang dari Allah atau malam pembenaran mimpi yang
benar. Peristiwa pengorbanan nabi Ibrahim As telah Allah abadikan
dalam perayaan hari raya idhul adha ini akan akan tetap abadi
(baca: surah as-shaffat: 108). Tidak ada peristiwa di muka bumi ini
sia-sia, semuanya mengandung hikmah, Peristiwa penyembelihan kurban
olen nabi Ibrahim As juga mengajarkan kita banyak hal yang
seharusnya kita renungi, kita jadikan bahan renungan dan kita ambil
hikmahnya. Diantara sekian banyak hikmah itu yakni:
- Arti sebuah pengorbanan
Nabi
Ibrahim As mengajarkan kita tentang sebuah pengorbanan, ia
dianugerahi Allah seorang anak ketika ketika ia meminta seorang anak,
akan tetapi beliau diuji untuk menyembelih anaknya, meski sebelumnya
sempat terbesit keraguan, akan tetapi keraguan itu ditepis oleh nabi
Ismail As “If’al madza tu’mar
satajiduunii insyaallah minas shabirin” .
Segala sesuatu memang membutuhkan pengorbanan, lalu sudahkah kita
mengorbankan apa yang kita miliki untuk menegakkan printah Allah?
- Kesabaran nabi Ismail dan nabi Ibrahim As.
Kesabaran
akan menjalankan perintah Allah, bahkan di dalam surah al-baqarah
disebutkan: maka saling tolong menolonglah
dalam kesabaran dan shalat,sesungguhnya itu amatlah berat kecuali
bagi orang-orang yang khusyuk. Segala sesuatu
yang Allah limpahkan pasti ada jalan keluarnya, masihkah kita ragu
bahwa Allah menyertai orang-orang yang sabar? dan sudahkah kita
bersabar ketika kita diberi ujian oleh Allah?
- Demokrasi antara ayah dan anak
Kisah
nabi Ibrahim As mengisyaratkan bahwa Islam adalah agama yang
demokratis, sikap saling toleransi antara anak dan ayah dan
menggambarkan kedekatan antar anak dan ayah. Nabi Ibrahim tidak
memaksakan kehendaknya namun ia bermusyarah terlebih dahulu dengan
anaknya. Apakah kita masih memaksakan kehendak dan membuat keputusan
tanpa bermusyawarah terlebih dahulu?
Komentar
Posting Komentar